Selera receh tiap tiap orang berbeda-beda. Sebagian orang dapat terpingkal-pingkal, tetapi bagi orang lain, dapat jadi lawakan yang sama jadi merasa begitu sensitif. Komedian Tessy misalnya. Tenar karena lakon berpakaian bak perempuan, Tessy jadi salah satu ikon Srimulat yang kehadirannya buat gelak tawa. Sayang, sifat yang udah ia bangun mesti runtuh karena pencekalan Komisi Penyiaran Indonesia pada caranya berpakaian khas perempuan.
Dalam sebuah wawancara, Tessy dulu menyatakan bahwa yang ia mainkan adalah hanya lakon. Tak heran, karena Tessy adalah seorang marinir. Dulunya, ia adalah Korps Komando (KKO) dan secara status, ia adalah mantan prajurit.
Laki-laki bernama lengkap Kabul Basuki ini lebih-lebih dulu terlibat di dalam operasi pembebasan Irian Barat pada 1961-1963. Baru pada 1979, Tessy memilih mundur dari kesatuan TNI AL dan banting setir ke dunia hiburan. Dulunya menghibur, kini ia justru dicekal.
Sebenarnya ada banyak penyesuaian di dalam jaman pertumbuhan komedi di Indonesia. Ada banyak alasan yang dapat dikaitkan ke perihal yang begitu serius; tidak cukup sensitif, memiliki kandungan seksisme, atau dinilai vulgar.
Komedi ala Srimulat
Siapa tak kenal Srimulat? Grup ini didirikan oleh Teguh Slamet Rahardjo dan istrinya, Raden Ayu Srimulat. Baik Teguh maupun Srimulat, keduanya sama-sama menyukai dunia seni. Hal itulah yang akhirnya membawa dampak mereka mendirikan sebuah grup seni dan tari yang mereka beri nama Gema Malam Srimulat pada 1950 di Solo.
Dalam perkembangannya, grup komedi ini berhasil mendirikan sebagian cabang di kota lainnya seperti Semarang, Surakarta, Jakarta, dan Surabaya. Gema Malam Srimulat sebetulnya jadi hiburan yang begitu mengasyikkan bagi warga Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kolaborasi musik bersama nyanyian-nyanyian Jawa, suguhan tarian daerah, dan guyonan-guyonan khas jadi kolaborasi apik. Salah satu komedi andalan mereka adalah komedi slapstick.
Jenis komedi fisik ini ringan dicerna dan melibatkan tiga perihal penting; derita, celaka dan aniaya. Komedi slapstick lebih mengandalkan kelucuan gerak daripada dialog atau monolog para pemainnya. Terjatuh dari kursi, saling dorong properti, memasukkan benda asing ke mulut, jadi sebagian contoh.
Memang agak ironis, saat banyak orang yang terhibur saat menyaksikan pelawaknya justru kesakitan. Kendati demikian, slapstick yang ditunaikan bersama pas justru buat keunikan tersendiri. Inilah yang ditawarkan para penggawa Srimulat.
Baca Juga : 5 Grup Komedi Legendaris Indonesia Yang Sangat Melegenda
Dalam sesi obrolan bersama komika Adriano Qalbi, Tarsan berkisah soal komedi slapstick ala Srimulat. Di satu sisi, komedi style ini mengundag humor, di sisi lain memetik protes. “Kayak Bendot, semakin disiksa semakin lucu, nah banyak yang protes itu, ‘orang tua disiksa pelawaknya kejam’,” katanya di dalam sesi obrolan tersebut.
Komedi slapstick dapat jadi pilihan utama bagi Srimulat karena tingkat kefasihan mereka berbahasa Indonesia termasuk tetap mesti dilatih. Berasal dari tempat dan mesti menghibur para pemirsa luas, buat mereka mesti studi berbahasa Indonesia. Sementara itu, gimmick fisik dapat dipahami siapa saja; jatuh ya jatuh.
Perpaduan pada kesenian, alunan musik, cerita asyik, dan sentuhan slapstick mempunyai Srimulat ke puncak kejayaan. Anggotanya sempat mencapai 300 orang. Meski bongkar pasang, mereka berhasil menembus layar kaca. Setelah tampil di Indosiar tahun 1995-2003, Srimulat berulang kali pindah stasiun televisi; merasa dari ANTV, Trans TV, hingga NET.
Sayangnya, bongkar pasang pemain buat grup lawak ini kehilangan banyak pelawak terbaiknya. Akhir 1980-an, Tarsan, Timbul, Gepeng, Basuki, Kadir, Nurbuat, dan banyak lagi bersama pamit dari Srimulat. Imbasnya, Teguh Rahardjo menentukan untuk membubarkan grup ini pada 1989. Hampir semua pelawaknya kemudian merintis karier solonya masing-masing.
Komedi ala Benyamin
Selain Srimulat, kayaknya tidak cukup lengkap terkecuali ngomongin legenda komedi Indonesia terkecuali tidak berbincang soal almarhum Benyamin Sueb. Bahkan hingga kepergiannya pada 5 September 1995, Benyamin tetap begitu aktif meramaikan industri hiburan Indonesia.
Seniman Betawi kelahiran 5 Maret 1939 ini terutama dulu memulai kariernya di dunia musik. Namanya merasa dikenal saat dia bergabung ke grup Naga Mustika. Ketika popularitasnya di dunia musik semakin melambung, Benyamin akhirnya terjun ke dunia film dan debut pada film Honey, Money, and Djakarta Fair (1970).
Setelah debutnya sebagai aktor, Benyamin tampil di beragam film, terutama komedi, di antaranya Biang Kerok (1973), Drakula Mantu (1974), dan Si Doel Anak Betawi (1973). Pada sebagian besar penampilannya di film, Benyamin tampil bersama logat Betawinya yang begitu khas, disempurnakan bersama bersama model omongannya yang koplak banget.
Almarhum Benyamin enggak cuma sekadar jadi ikon pelawak Betawi. Dia termasuk berhasil nampilin wajah lain dunia lawak di Indonesia melalui banyolannya yang lucu dan segar. Benyamin lebih-lebih mempopulerkan beragam jargon kocak yang tetap sering diucapkan oleh banyak orang hingga sementara ini.
Beberapa jargon kocaknya Benyamin yang buat banyak orang tetap tetap teringat hingga sementara ini adalah “Muke lu jauh!” atau “Muke gile!”. Selain jago ngelawak melalui aktingnya, Benyamin termasuk menyisipkan humor pada lagu-lagu yang dia nyanyikan.
Beberapa lagu Benyamin yang tetap tenar hingga sekarang, di antaranya “Kompor Meleduk”, “Sang Bango”, “Di Sini Aje”, “Hujan Gerimis Aje”, dan tetap banyak lagu lainnya. Yakin, deh, anda setidaknya dulu mendengarkan salah satu lagu selanjutnya meskipun belum dulu lihat filmnya Benyamin.
Komedi ala Warkop DKI
Era 1970-an sebetulnya jadi eranya Benyamin Sueb. Nah, masuk ke jaman 1980-an, tongkat estafet komedi Indonesia berubah ke Warkop DKI. Berawal dari grup lawak Warkop Prambors yang terdiri dari Kasino Hadiwidjojo, Nanu Mulyono, Rudy Badil, Wahjoe Sardono (Dono), dan Indrodjojo Kusumonegoro (Indro); Warkop mempunyai angin segar komedi di Indonesia.
Ketika mereka berhasil beroleh popularitas melalui radio, Rudy memilih mundur dari Warkop karena selamanya mengalami demam panggung saat tampil secara langsung di panggung. Warkop akhirnya tampil bersama empat personel sementara debut di layar lebar melalui film Mana Tahaaan… (1979).
Selain berakting, Warkop ternyata turut berpatisipasi di dalam pembuatan soundtrack jenakanya Mana Tahaaan… Kamu mengetahui lagu “Andeca Andeci”? Nah, lagu selanjutnya ternyata merupakan salah satu soundtrack film ini. Dengan segala perihal jenaka yang ditampilkan Mana Tahaaan…, film ini berhasil besar bersama mencapai 400.816 penonton!
Premis Mana Tahaaan… adalah soal “pembantu seksi yang membawa dampak sang tuan tidak tahan”. Karakter pembantu lugu yang diperankan oleh Elvy Sukaesih ini bertolak belakang bersama situasi setelah itu saat ia sering gunakan busana yang menggoda dan dihamili tuannya.
Setelah berhasil besar, Nanu memilih mundur dari Warkop setelah membintangi Mana Tahaan… Dengan beranggotakan tiga personel dan gunakan nama Warkop DKI, grup lawak ini semakin banyak meramaikan layar lebar Indonesia tiap tiap tahunnya selama 1979–1994.
Kala itu, lawakan Warkop jadi hiburan yang di terima penduduk karena mengangkat tema sehari-hari dan kritik sosial. Ditambah lagi, Indro dan Kasino dapat berperan sebagai pemuda yang berasal dari sebagian tempat di Indonesia, supaya merasa dekat bersama beragam kalangan masyarakat.
Indro kebanyakan memerankan pemuda Batak, Betawi, atau Jawa. Di sisi lain, Kasino kebanyakan dikenal bersama perannya sebagai anak Betawi yang banyak model atau pemuda ngapak dari Banyumas. Hanya Dono yang dominan berperan sebagai pemuda dari wilayah Jawa karena logat Jawanya enggak dapat hilang.
Selain mengangkat tema sehari-hari dan kritik sosial, film-film yang dibintangi Warkop DKI semakin sering menyelipkan elemen erotis. Hampir di tiap tiap filmnya tentu dimeriahkan oleh kehadiran cewek seksi, yang kebanyakan berperan sebagai pacarnya anggota Warkop DKI atau cewek yang diperebutkan oleh mereka. Masyarakat mengenalnya bersama ‘Warkop Angels’.
Kebanyakan film Warkop DKI menampilkan adegan berlatar pantai bersama kehadiran cewek-cewek gunakan bikini. Ditambah lagi bersama beragam adegan nyeleneh, seperti adegan mengintip cewek, atau ucapan-ucapan yang menyerempet candaan erotis. Catcalling pun dibikin jadi perihal yang wajar berlangsung di tengah masyarakat.
Pernah kebayang terkecuali film-film selanjutnya tayang sekarang? Terbuka dibilang vulgar, menggoda dibilang catcalling, slapstick dibilang kasar. Lantas, bagaimana akhirnya para komedian Indonesia beradaptasi di tengah aturan-aturan yang mengikat?