1. Pendahuluan
Contents
Salah satu wujud pelibatan masyarakat dalam proses politik adalah pemilihan umum (pemilu). Pemilu merupakan sarana bagi masyarakat untuk ikut menentukan figur dan arah kepemimpinan negara atau daerah dalam periode tertentu.
Ketika demokrasi mendapat perhatian yang luas dari masyarakat dunia, penyelenggaraan pemilu yang demokratis menjadi syarat penting dalam pembentukan kepemimpinan sebuah negara. Pemilu memiliki fungsi utama untuk menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar mendekati kehendak rakyat. Oleh karena itu, pemilu merupakan salah satu sarana legitimasi kekuasaan.
Pemilu dapat dikatakan aspiratif dan demokratis apabila memenuhi beberapa persyaratan. Pertama, pemilu harus bersifat kompetitif, dalam artian peserta pemilu harus bebas dan otonom.
Kedua, pemilu yang diselenggarakan secara berkala, dalam artian pemilu harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas.
Ketiga, pemilu harus inklusif, artinya semua kelompok masyarakat harus memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu pun kelompok yang diperlakukan secara diskriminatif dalam proses pemilu. Keempat, pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana bebas, tidak di bawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas. Kelima, penyelenggara pemilu yang tidak memihak dan independen.
Dalam kedudukannya sebagai pilar demokrasi, peran partai politik dalam sistem perpolitikan nasional merupakan wadah seleksi kepemimpinan nasional dan daerah.
Pengalaman dalam rangkaian penyelenggaraan seleksi kepemimpinan nasional dan daerah melalui pemilu membuktikan keberhasilan partai politik sebagai pilar demokrasi. Penyelenggaraan pemilu tahun 2004 dinilai cukup berhasil oleh banyak kalangan, termasuk kalangan internasional.
Dengan gambaran ini dapat dikatakan bahwa sistem perpolitikan nasional dipandang mulai sejalan dengan penataan kehidupan berbangsa dan bernegara yang di dalamnya mencakup penataan partai politik.
2. Pemilu Demokratis
Pemilu sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945, dimaksudkan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, DPRD, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mampu mencerminkan nilai-nilai demokrasi dan dapat menyerap serta memperjuangkan aspirasi rakyat sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Terselenggaranya pemilu secara demokratis menjadi dambaan setiap warga negara Indonesia. Pelaksanaan pemilu dikatakan berjalan secara demokratis apabila setiap warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dapat menyalurkan pilihannya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Baca Juga : Capres Berkepala Dingin, Buat Elektabilitas Prabowo Subianto Melejit
Setiap pemilih hanya menggunakan hak pilihnya satu kali dan mempunyai nilai yang sama, yaitu satu suara. Hal ini yang sering disebut dengan prinsip one person, one vote, one value (opovov).
Yang dimaksud dengan pemilu yang bersifat langsung adalah rakyat sebagai pemilih berhak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara. Warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih berhak mengikuti pemilu dan memberikan suaranya secara langsung.
Sedangkan pemilu yang bersifat umum mengandung makna terjaminnya kesempatan yang sama bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi. Pemilu yang bersifat bebas berarti bahwa setiap warga negara yang berhak memilih bebas untuk menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
Pemilu yang bersifat rahasia berarti bahwa dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun.
3. Sistem Kepartaian Sederhana
Sistem presidensial di Indonesia hingga saat ini belum dapat mewujudkan secara penuh pemerintahan yang kuat dan efektif. Dalam rangka menciptakan pemerintahan yang kuat, stabil, dan efektif perlu didukung pula oleh sistem kepartaian yang sederhana.
Dengan sistem kepartaian sederhana akan dapat dihasilkan tingkat fragmentasi yang relatif rendah di parlemen, yang pada gilirannya dapat tercipta pengambilan keputusan yang tidak berlarut-larut. Jumlah partai yang terlalu banyak akan menimbulkan dilema bagi demokrasi, karena banyaknya partai politik peserta pemilu akan berakibat sulitnya tercapai pemenang mayoritas. Di sisi lain, ketiadaan partai politik yang mampu menguasai mayoritas di parlemen merupakan kendala bagi terciptanya stabilitas pemerintahan dan politik.
Seperti kita ketahui bersama, praktik yang sekarang terjadi adalah ketiadaan koalisi besar yang permanen, sehingga setiap pengambilan keputusan oleh pemerintah hampir selalu mendapat hambatan dan tentangan dari parlemen.
Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah mendorong terbentuknya koalisi partai politik yang permanen, baik yang mendukung pemerintahan maupun koalisi partai politik dalam bentuk yang lain. Hal ini diperlukan sebagai upaya agar bisa tetap sejalan dengan prinsip check and balances dari sistem presidensial.
Munculnya banyak partai politik selama ini dikarenakan persyaratan pembentukan partai politik yang cenderung sangat longgar. Selain itu, penyederhanaan sistem kepartaian juga terkendala oleh belum terlembaganya sistem gabungan partai politik (koalisi) yang terbangun di parlemen atau pada saat pencalonan presiden dan wakil presiden, gubernur dan wakil gubernur, serta bupati dan wakil bupati/walikota dan wakil walikota.
Pada pemilu presiden tahun 2004 dan terpilihnya beberapa kepala daerah dan wakil kepala daerah baru-baru ini, gabungan partai politik (koalisi) sebetulnya sudah dilaksanakan. Namun, gabungan (koalisi) tersebut lebih bersifat instan, lebih berdasarkan pada kepentingan politik jangka pendek dan belum berdasarkan pada platform dan program politik yang disepakati bersama untuk jangka waktu tertentu dan bersifat permanen.
4. Pelembagaan Partai Politik
Problematik lain, partai politik di Indonesia dewasa ini belum terlembaga sebagai organisasi moderen. Yang dimaksud dengan pelembagaan partai politik adalah proses pemantapan sikap dan perilaku partai politik yang terpola atau sistemik sehingga terbentuk suatu budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi.
Dalam konteks pembangunan politik, yang terpenting bukanlah jumlah partai yang ada, melainkan sejauh mana kekokohan dan adaptabilitas sistem kepartaian yang berlangsung. Sistem kepartaian disebut kokoh dan adaptabel, apabila partai politik mampu menyerap dan menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi.
Dari sudut pandang ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna menampung partisipasi politik.
Sistem kepartaian yang kokoh sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan.
Kedua, mencakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan organisasi partai yang mengakar dan prosedur yang melembaga guna mengasimilasikan kelompok baru ke dalam sistem politik.
Penguatan partai politik di Indonesia dapat dilakukan pada 3 level, yaitu : level akar rumput, level pusat, dan level pemerintahan. Pada level akar rumput partai menghadapi konteks lokal, partai lokal, pendukung, serta masyarakat pemilih. Pada level pusat partai menghadapi konteks nasional, partai-partai lain, dan negara. Pada level pemerintahan partai menghadapi konteks dalam pemerintahan, fraksi-fraksi lain, komisi, dan negara.