Nanoteknologi jadi tambah familiar dengan keseharian kita dalam sebagian tahun terakhir. Rangkaian kata “menggunakan teknologi nano” banyak kita temukan terhadap kemasan produk-produk di kurang lebih kita merasa dari elektronik, obat-obatan sampai kecantikan. Namun, apa sih sebenarnya nanoteknologi atau teknologi nano? Sudah pahamkah kita dengan istilah tersebut?
Rekayasa Material
Contents
- 1 Rekayasa Material
- 1.1 1. Feynman mencetuskan idenya tentang kemungkinan merekayasa dan mengontrol materi yang terlampau kecil untuk mengakibatkan mesin yang berukuran sekelas molekul.
- 1.2 2.Seiring dengan perkembangan dunia optik dan mikroskopi, realisasi teori dan konsep nanoteknologi tambah keluar jelas secara praktikal.
- 1.3 3. STM tidak hanya sanggup memetakan permukaan material dalam skala nanometer
- 1.4 4. Sejak waktu itu, bidang pengetahuan nanoscience menarik perhatian para ilmuan dan berkembang cukup pesat sampai waktu ini.
- 2 Transitor CNT
- 3 Berbasis Anorganik
- 4 Fokus Batrai
- 5 Sains Murni
Secara sederhananya, teknologi nano merupakan teknologi yang berbasis terhadap rekayasa material dalam skala nanometer (1-100 x 10-9 meter). Konsep teknologi nano pertama kali diperkenalkan oleh fisikawan Richard Feynman terhadap tahun 1959 melalui presentasinya yang berjudul “There’s Plenty of Room at the Bottom”
1. Feynman mencetuskan idenya tentang kemungkinan merekayasa dan mengontrol materi yang terlampau kecil untuk mengakibatkan mesin yang berukuran sekelas molekul.
Pada masanya ide-ide Feynman hanya dianggap sebagai sebuah lelucon, yang lantas dilukiskan dalam bukunya berjudul “Surely You’re Joking, Mr. Feynman”. Hingga kurang lebih 20 tahun kemudian, Erix Drexler secara lebih spesifik menyatakan konsep konstruksi sebuah mesin yang terlampau kecil dari himpunan atom-atom. Dexler terhitung secara independen gunakan istilah nanoteknologi dalam bukunya ”Engines of Creation: The Coming Era of Nanotechnology”
2.Seiring dengan perkembangan dunia optik dan mikroskopi, realisasi teori dan konsep nanoteknologi tambah keluar jelas secara praktikal.
Penemuan Scanning Tunneling Microscope (STM) oleh fisikawan Gerd Binnig and Heinrich Rohrer (IBM Zurich Research Laboratory) terhadap tahun 1981 mengakses jaman baru dunia nanoteknologi
3. STM tidak hanya sanggup memetakan permukaan material dalam skala nanometer
Namun terhitung memungkinkan manipulasi atom dan molekul untuk menyusun susunan materi
4. Sejak waktu itu, bidang pengetahuan nanoscience menarik perhatian para ilmuan dan berkembang cukup pesat sampai waktu ini.
Dalam dunia nano, hukum fisika yang berlaku secara umum tidak lagi mirip dengan yang kita rasakan sehari hari. Dunia nano mengikuti ketentuan fisika kuantum. Dengan mengecilnya ukuran sebuah material jadi berskala nanometer, cii-ciri dan karakteristiknya pun berubah. Misal, karbon dalam bentuk grafit yang kerap kita temukan terhadap pensil mempunyai karakteristik yang tidak keras dan gampang sekali patah.
Namun, waktu karbon dibikin jadi nanomaterial layaknya carbon nanotube (CNT), cii-ciri mekanisnya berubah jadi terlampau kuat melebihi baja, namun lebih gampang dan mempunyai elastisitas yang tinggi 5,6. Karena itu, waktu ini CNT banyak digunakan sebagai campuran dalam pembuatan beton dan terhitung serat polimer 7. Selain itu, CNT terhitung sanggup bersifat metalik ataupun semikonduktor tergantung terhadap susunan dan ukurannya.
Transitor CNT
Transistor CNT pertama kali sukses dibikin terhadap tahun 1998, kurang lebih 7 tahun sejak pertama kali CNT ditemukan oleh Iijima 9,10. Hingga waktu ini penelitian tentang material nano berbasis karbon tetap ditunaikan dan diproyeksikan akan jadi jaman depan industri elektronik dalam sebagian tahun mendatang.
Bermula dari karbon, studi tentang material nano tetap berkembang terhadap material-material lain baik itu material organik maupun anorganik. Rekayasa material organik layaknya partikel nano (nanoparticle) berbasis lipid banyak diaplikasikan untuk bidang kedokteran khususnya untuk penyembuhan kanker 11.
Berbasis Anorganik
Sedangkan partikel nano berbasis material anorganik layaknya besi (Fe) dan emas (Au) terhitung udah banyak diteliti dan diuji keefektifannya baik itu untuk diagnosa maupun terapi sel kanker 12,13. Keunikan cii-ciri dan karakteristik material dalam skala nanometer udah mengakses jaman baru iflodden.info dalam perkembangan teknologi. Nanoteknologi tidak hanya mengakibatkan terobosan yang impresif dalam perkembangan industri elektronik dan kedokteran namun terhitung bidang lain layaknya energi terbarukan.
Progres yang signifikan dalam perkembangan pengetahuan pengetahuan dan teknologi nano jadi terobosan besar dalam bidang katalisis yang dimanfaatkan terhadap pengembangan energi terbarukan berbasis hidrogen dan fuel cell.
Katalis dalam fuel cell sangatlah krusial untuk mempercepat reaksi dalam mengubah energi kimia yang tersimpan dalam hidrogen jadi energi listrik. Rekayasa material nano diimplementasikan untuk mengoptimalkan properti katalis dengan memperluas permukaan dan menyusun susunan katalis yang lebih atraktif 14. Platinum (Pt) yang digunakan sebagai katalis sejak teknologi fuel cell ditemukan terhadap tahun tahun 1939, kini udah berevolusi jadi PtCo alloy nanoparticles yang digunakan dalam mobil berbasis hidrogen Toyota Mirai 15.
Fokus Batrai
Sentuhan nanoteknologi terhitung udah merambah terhadap tehnik penyimpanan hidrogen agar jadi lebih ringan. Selain fuel cell, teknologi baterai terhitung cukup krusial dalam pengembangan bidang energi terbarukan yang ramah lingkungan. Dalam sebagian tahun terakhir, fokus utama riset baterai ditekankan terhadap eksplorasi dan optimasi luas permukaan material untuk tingkatkan kapasitansi elektroda. Penggunaan LiFePO2 nanostructure terhadap katoda baterai lithium udah terbukti efektif tidak hanya untuk tingkatkan energi baterai namun terhitung ketahanan dan safety 16.
Salah satu karakteristik material nano yang menonjol adalah besarnya luas permukaan dibandingkan material berskala makroskopis (bulk material) yang berukuran mikro – milimeter. Bila kita berkhayal 1 kotak gula bersifat kubus berukuran 1 mm3, lantas kita memotong-motongnya jadi kubus-kubus kecil lagi, maka area permukaannya akan bertambah. Artinya, dengan massa dan keseluruhan volume yang sama, kita akan mengakibatkan luas permukaan suatu material bertambah dengan merekonstruksi jadi material yang lebih kecil.
Baca Juga : Beberapa Teknologi Google yang Bakal Ubah Dunia
Hal tersebut menggambarkan analogi kenapa material dalam ukuran nanometer terlampau reaktif. Karena semua reaksi material dengan lingkungan itu berlangsung terhadap permukaannya. Contohnya, seandainya kita mengamati cincin emas yang udah bertahun-tahun berada di jari kita, bentuk dan warnanya tidak berubah atau berkarat meskipun tangan kita kerap kali terkena air ataupun keringat.
Dari situ kita sanggup tau bahwa emas cukup stabil dan tidak gampang bereaksi dengan apa pun di sekitarnya. Namun, emas dalam ukuran nanometer (Au NPs) terlampau reaktif dan kerap digunakan sebagai katalis untuk mempercepat suatu reaksi kimia 17.
Sains Murni
Saat kita membicarakan nanoteknologi, kita membicarakan interdisiplin bidang pengetahuan sains murni dan terapan. Secara konseptual, pengetahuan fisika kuantum sanggup menyatakan dan memprediksi fenomena-fenomena yang berlangsung dalam skala nano, namun konsep konstruksi dan pertalian pada material atau molekul, serta proses sintesis material nano dipelajari dalam pengetahuan kimia.
Karena itu terhadap mulanya nanoteknologi dikategorikan dalam bidang physical-chemistry. Seiring dengan perkembangannya, aplikasi nanoteknologi tambah meluas hampir di semua bidang pengetahuan agar menuntut penguasaan multi-disiplin pengetahuan khususnya dalam bidang fisika, kimia, biologi, material dan teknik. Sebagaimana di Program Studi Fisika UNPAR, mata kuliah terkait nanoteknologi dibuka tidak hanya untuk mahasiswa Program Studi Fisika, namun terhitung terbuka bagi siswa-siswa Prodi Teknik.
Penelitian di bidang nanoteknologi khususnya dalam bidang katalis dan energi terbarukan terhitung merasa dirintis dengan lakukan kolaborasi antar jurusan dan fakultas di UNPAR serta antar institusi baik di dalam dan di luar negeri.
Meskipun nanoteknologi tetap tergolong bidang baru di Indonesia, namun sanggup dikatakan bidang ini merasa berkembang ke arah positif, karena potensinya yang cukup menjanjikan dan area risetnya yang cukup luas. Hal ini ditandai dengan tambah banyaknya publikasi dari bermacam institusi di Indonesia dalam bidang nanoteknologi baik di jurnal nasional maupun internasional.
Dengan ada program universitas merdeka, diinginkan jadi angin segar untuk memperluas jaringan kolaborasi dari bermacam tekun pengetahuan dan institusi agar sanggup tambah memajukan bidang nanoteknologi di Indonesia.